' Nuqy Nuqy: Pendidikan islam dan misi profetis

Monday, May 27, 2013

Pendidikan islam dan misi profetis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dinamika kehidupan yang terus kian berjalan dengan sekelumit perrmasalahan sangatlah membutuhkan teori-teori solutif untuk dapat menyelesaikannya. Dari sekian permasalahan itu yang dibutuhkan ialah ketegaran hati yang kuat, yang mungkin telah tertanam dalam hati. Ketegaran yang kuat itu tidaklah langsung diperoleh seseorang dalam waktu yang singkat. Disinilah kegunaan pendidikan untuk mengajarkan kepada seseorang akan segala pentingnya nilai yang harus diperoleh dalam kehidupan.

Dalam perjalanannya, pendidikan salah diartikan dengan sekedar pengajaran ilmu – ilmu, walau memang pengajaran ilmu-ilmu adalah salah satu contoh dari aplikasi pendidikan. Makna hakiki dari pendidikan baik secara teoritis maupun aplikatif ialah mengasuh. Kata rabb dalam etimologi tuhan dalam bahasa Arab merujuk pada makna mengasuh. Sedang rabb juga sering dipakai dalam menamai nama fakultas yang mengurusi pendidikan dengan sebutan tarbiyah.
Sedang dalam Islam sendiri juga memiliki pendidikan tersendiri. Salah seorang pemikir kontemporer Islam berpendapat bahwa pendidikan Islam yang terpenting ialah menanamkan iman kepada umat jauh sejak masih kanak-kanak. Tentu keimanan itu berkait dengan mempercayai Allah SWT, aplikasi menjalankan ibadah dari mulai solat tepat waktu dan lain – lain. Tentu misi Islam dalam pendidikan ialah untuk membentuk akhlaqul karimah. Jadi tidaklah memadai kalau ber-pendidikan baik umum maupun Islam kalau hanya sekedar pengajaran disekolah saja.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian pendidikan Islam dan misi profetis
2.      Hubungan antara pendidikan Islam dan misi profetis
Dan contoh hubungan antara keduanya




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Islam dan Misi Profetis
Pengertian pendidikan islam memang sudah cukup banyak dikemukakan oleh para ahli,meskipun demikian perlu dicermati dalam rangka melihat relevansi rumusan baik dalam hubungan dengan dasar makna maupun dalam kerangka tujuan,fungsi dan proses kependidikan islam yang dikembangkan.maka yang ditekankan disini adalah dalam pengertian pendidikan islam itu sendiri adalah upaya mempersiapkan manusia supaya hidup bahagia dan sempurna,punya rasa kebangsaan, berakhlak, berketrampilan, dan mampu berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dengan sebaik-baiknya.
Pengertian pendidikan Islam juga dapat di artikan sebagai sebuah proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya; beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah Allah dimuka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al-qur’an dan Sunnah, maka tujuan dalam konteks ini terciptanya insan kamil setelah prosespendidikan berakhir.
Prof. H. Muhamad Daud Ali, S.H. berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai-nilai yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah,  pertama melalui pengajaran yaitu proses pemindahan nilai berupa (Ilmu) pengetahuan dari seorang guru kepada murid-muridnya  dari suatu generasi kegenerasi berikutnya. kedua melalui pelatihan yang dilaksanakan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan pekerjaan tersebut. ketiga melalui indoktrinnasi yang diselenggarakan agar orang meniru atau mengikuti apa saja yang diajarkan orang lain tanpa mengijinkan si penerima tersebut mempertanyakan nilai-nilai yang diajarkan. Sebelum mengarah pada pokok permasalahan, ada beberapa devinisi menurut beberapa para ahli didik dan para ahli filsafat:
·         Menurut Plato, pendidikan ialah mengasuh jasmani dan rohani supaya sampai pada keindahan dan kesempurna’an yang mungkin dicapai.
·         Peztalozi, pendidikan ialah menumbuhkan segala tenaga anak-anak dengan pertumbuhan yang sempurna, lagi seimbang.
·         Immanuel Kant bahwasanya pendidikan itu adalah membawa manusia kearah kesempurna’an yang mungkin dicapai.
Demikianlah pendapat para ahli mengenai pendidikan. Kalau ditinjau kembali dari beberapa pendapat tersebut dapat kita simpulkan ke dalam dua tujuan pokok, yaitu untuk kecerdasan perseorangan(individu) dan untuk keluwesan(kemahiran) dalam mengerjakan pekerja’an.
Pengertian profetis, Profetis disini memiliki arti kenabian berasal dari kata prophetical(inggris) yang mempunyai makna Kenabian atau sifat yang ada dalam diri seorang nabi. Yaitu sifat nabi yang mempunyai ciri sebagai manusia yang ideal tidak hanya secara spiritual-individual, tetapi juga menjadi pelopor perubahan, membimbing masyarakat ke arah perbaikan dan melakukan perjuangan tanpa henti melawan penindasan. Dalam sejarah, Nabi Ibrahim melawan Raja Namrud, Nabi Musa melawan Fir’aun, Nabi Muhammad yang membimbing kaum miskin dan budak, beliau melawan setiap penindasan dan ketidakadilan. Dan mempunyai tujuan untuk menuju kearah pembebasan. Dan tepat menurut Ali Syari’ati “para nabi tidak hanya mengajarkan dzikir dan do’a tetapi mereka juga datang dengan suatu ideologi pembebasan”.
Allah SWT berfirman dalam QS. 3:110 yang artinya:
“Engkau adalah ummat terbaik yang diturunkan/dilahirkan di tengah-tengah manusia untuk menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran dan beriman kepada Allah”
Terdapat tiga pilar utama dalam pendidikan profetik yaitu; amar ma’ruf (humanisasi) mengandung pengertian memanusiakan manusia(kembali ke fitroh). nahi munkar (liberasi) mengandung pengertian pembebasan. dan tu’minuna bilah (transendensi), dimensi keimanan manusia.
Selain itu dalam QS. 3:110 tersebut juga terdapat empat konsep; Pertama, konsep tentang ummat terbaik (The Chosen People), ummat Islam sebagai ummat terbaik dengan syarat mengerjakan tiga hal sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut. Ummat Islam tidak secara otomatis menjadi The Chosen People, karena ummat Islam dalam konsep The Chosen People ada sebuah tantangan untuk bekerja lebih keras dan ber-fastabiqul khairat.
Kedua, aktivisme atau praksisme gerakan sejarah. Bekerja keras dan ber-fastabiqul khairat ditengah-tengah ummat manusia (ukhrijat Linnas) berarti bahwa yang ideal bagi Islam adalah keterlibatan ummat dalam percaturan sejarah. Pengasingan diri secara ekstrim dan kerahiban tidak dibenarkan dalam Islam. Para intelektual yang hanya bekerja untuk ilmu atau kecerdasan an sich tanpa menyapa dan bergelut dengan realitas sosial juga tidak dibenarkan.
Ketiga, pentingnya kesadaran. Nilai-nilai profetik harus selalu menjadi landasan rasionalitas nilai bagi setiap praksisme gerakan dan membangun kesadaran ummat, terutama ummat Islam.
Keempat, etika profetik, ayat tersebut mengandung etika yang berlaku umum atau untuk siapa saja baik itu individu (mahasiswa, intelektual, aktivis dan sebagainya) maupun organisasi (gerakan mahasiswa, universitas, ormas, dan orsospol), maupun kolektifitas (jama’ah, ummat, kelompok/paguyuban). Point yang terakhir ini merupakan konsekuensi logis dari tiga kesadaran yang telah dibangun sebelumnya.
Dari pemaparan terakhir inilah kita menyadari bahwa pergolakan sejarah negeri ini tak terlepas dari peran-peran pemuda yang mendapatkan pendidikan yang denganya bersinarlah cahaya nurani dengan ilmu sehingga jeli akan kefitrahan manusia yaitu merdeka dan bebas dari penjajahan yang yang diperjuangkan atas dasar nilai-nilai robbaniyah dan syumuliyah.
Saat ini, negeri ini sedang sakit tak kalah sakitnya seperti saat masih terjajah oleh belanda dan jepang dahulu. Bahkan lebih parah karena ideologi merusak dan menjajah ditanamkan oleh sebuah konspirasi yang besar ke dalam tubuh pemuda-pemuda negeri tercinta ini sendiri(ghazwul fikr). Pada akhirnya izzah dan quwah negeri ini yang terbangun atas nilai-nilai robbani memudar bahkan hilang sehingga lumpuh dan dengan mudah dapat di hancurkan.




B.     Hubungan Pendidikan Islam dan Misi Profetis
Salah satu gejala dari kemunduran pendidikan Islam di Indonesia adalah kurang pekanya terhadap tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan. Seperti sudah dikemukakan di awal bahwa pendidikan di Indonesia mengalami dilema, di satu sisi enggan untuk meninggalkan tradisi-tradisi pendidikan lama, karena tradisi baru dianggap hanya merusak nilai-nilai, di sisi lain pendidikan modern menilai bahwa pendidikan tradisional bersifat ekslusif dan kolot. Dalam situasi pendidikan yang semakin tidak menentu tersebut, Hubungan pendidikan Islam dan profetik diharapkan tampil sebagai jawaban terhadap berbagai persoalan yang ada. Pendidikan Islam dan profetik hadir melalui pembongkaran terhadap sekat-sekat pengetahuan yang selama ini kurang produkif, menghapuskan ketakutan-ketakutan terhadap sekularisasi, dan menghilangkan keraguan akan nilai-nilai tradisional yang selama ini dianggap telah melahirkan stagnasi.
1.      Rekonstruksi Pemahaman Terhadap Islam
Pendidikan Islam profetik, memuat tiga konsep: pendidikan, Islam, dan profetik. Untuk memadukan tiga konsep tersebut sehingga menjadi sebuah konsep integral yang relevan bagi kebutuhan pendidikan kita, maka perlu diuraikan satu persatu. Hal ini dilakukan supaya tidak terdapat pemahaman yang setengah-setengah mengenai konsep pendidikan Islam Profetik. Mengenai hakikat dan makna penting pendidikan sebagai kebutuhan manusia telah disebutkan di awal, maka kita tinggal melakukan eksplorasi dan pemahaman kembali terhadap Islam dan profetik.
Islam, secara sederhana dapat dipahami sebagai dua hal, sistem nilai dan lembaga. Islam sebagai sistem nilai tentu berbeda jauh dengan Islam yang dipahami sebagai lembaga. Kekeliruan yang telah dilakukan oleh sebagian masyarakat kita dalam memahami Islam selama ini adalah Islam sebagai lembaga yang seolah-olah dimaknai sebagai Islam itu sendiri. Jika Islam hanya dimaknai seperti itu, maka Islam sama halnya dengan Muhammadiyah, NU, Persis, Ahmadiyah, LDII, dan beberapa lembaga yang selama ini masyarakat lebih fanatik sebagai salah satu bagian di dalamnya. Islam menjadi sangat sempit dan tidak lagi universal, Islam seperti itu juga bukan Islam yang menjadi rahmat bagi alam semesta.

Nurcholis Madjid, dalam salah satu maha karyanya bersama dengan beberapa temannya di HMI, menulis demikian:
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayaan. Kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup dan budayanya. Sikap tanpa percaya atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi. Tetapi selain kepercayaan itu dianut karena kebutuhan dalam waktu yang sama juga harus merupakan kebenaran. Demikian pula cara berkepercayaan harus pula benar. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja tidak dikehendaki akan tetapi bahkan berbahaya.
Disebabkan kepercayaan itu diperlukan, maka dalam kenyataan kita temui bentuk-bentuk kepercayaan yang beraneka ragam di kalangan masyarakat. Karena bentuk- bentuk kepercayaan itu berbeda satu dengan yang lain, maka sudah tentu ada dua kemungkinan: kesemuanya itu salah atau salah satu saja diantaranya yang benar. Disamping itu masing-masing bentuk kepercayaan mungkin mengandung unsur-unsur kebenaran dan kepalsuan yang campur baur.
Sekalipun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa kepercayaan itu melahirkan nilai-nilai. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam tradis-tradisi yang diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya. Karena kecenderungan tradisi untuk tetap mempertahankan diri terhadap kemungkinan perubahan nilai-nilai, maka dalam kenyataan ikatan-ikatan tradisi sering menjadi penghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia.
Pemaparan Nurcholis Madjid di atas dapat diartikan sebagai interpretasi terhadap Islam. Namun Islam yang harus dimaknai sebagai komitmen terhadap kebenaran, sebab Islam mengarahkan manusia kepada kebenaran yang mutlak sifatnya. Kebenaran yang bukan bersifat relatif, yang terdapat di dalam diri manusia. Kebenaran yang mutlak hanya diketahui oleh yang paling mengetahui kebenaran itu sendiri, Dia sebagai pencipta, sebagai sumber, sekaligus Kebenaran itu sendiri, yaitu Tuhan Yang Maha Sempurna. Dengan demikian bisa saja Islam kita selama ini bukanlah Islam yang dimaksud oleh Islam itu sendiri, maka dibutuhkan pembongkaran dan penataan kembali pemahaman kita terhadap Islam.

C.    Ayat – Ayat Tentang Pendidikan Islam dan Profetis
Ayat- ayat profetis:
و ما أرسلناك إلاّ رحمة للعالمين (الأنبياء:١.٧)

Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan (menjadi) rahmat bagi semesta alam.


و ما أرسلناك إلاّ كافّةً لّلنّاس بشيراً و نذيرا و لكنّ أكثر الناس لا يعلمون(سباء: ۲٨)
Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjelaskan fungsi seorang Nabi-Rasul. Di antaranya, ia datang sebagai seorang saksi (syahīd) bagi umatnya, sebagaimana yang terakhir ini menjadi saksi bagi orang lain.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا [2/البقرة: 143]
Penjelasan tentang peran sebagai saksi ini dapat diambil dalam kenyataan bahwa beliau mendidik dan mengarahkan kehidupan umat dan melakukan berbagai upaya perlindungan. Saksi di sini bukan orang yang melihat dan memperhatikan kejadian, melainkan orang yang aktif mengarahkan perjalanan sejarah ke arah yang tepat sebagai sejarah umat beriman.
Kemudian, Muhammad saw. tidak pernah berhenti berusaha untuk melakukan perbaikan. Dalam berbagai ayat disebutkan bahwa beliau sedemikian susahnya—bahkan digambarkan hampir bunuh diri—ketika seruan perbaikan moral yang disampaikannya tidak mendapatkan sambutan dari kaum beliau. Misalnya dapat dibaca pada ayat berikut;
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا [18/الكهف: 6]


Maka barangkali kau akan bunuh diri sepeninggal mereka, karena bersedih ketika mereka tidak mempercayai berita ini?

لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ [26/الشعراء: 3]

Barangkali kau akan bunuh karena mereka tidak percaya.
Memang di samping itu terdapat ayat-ayat yang menyatakan bahwa beliau hanya bertugas untuk menyampaikan ajakan, sedangkan apakah mereka yang diseru akan percaya atau tidak, itu bukan tanggung jawab beliau. Akan tetapi, pernyataan-pernyataan seperti yang terakhir ini merupakan semacam katup pengaman. Beliau tetap mesti bersungguh-sungguh dalam melakukan perubahan, tetapi tidak sampai harus menceburkan diri dalam kerusakan. Kesungguhan usaha sampai batas terakhir dari segi kemampuan dan kesempatan merupakan pesan moral dari adanya dua jenis ayat seperti itu.
Ayat- ayat tentang pendidikan:
Ayat yang berhubungan tujuan hidup dan sekaligus menjadi tujuan pendidikan adalah surat al-baqarah (2) ayat 30-31 dan ayat 4-6 pada surat at-tiin. Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa tujuan hidup manusia diciptakan adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Jika dikorelasikan dengan ayat at-tiin ayat 4-6, di dalam menjalankan tugas kekhalifahannya di muka bumi, hal yang harus dilakukan sebagai upaya untuk menghindarkan manusia dari derajat  yang rendah (asfala safiliin) maka harus memilki keimanan dan beramal shaleh. (alladziina amanuu wa ‘amisshalihhat).







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Jadi demikianlah pendidikan Islam dan misi profetik yang sedemikian memberikan gambaran kepada kita akan entingnya keduanya sebagai dua mediasi dalam satu ideologis untuk mencapai tujuan, yaitu akhlaqul kariimah .
Beberapa gambaran diatas tentunya belumlah cukup untuk memuaskan rasa keinginan tahuan kita dan belumlah menjadi konsep yang matang. Apa bila dalam penggalian wacananya hanya sampai di sini saja. Masih banyak lagi yang perlu ditempuh.
























DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang Saefuddin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam, Usaha Enterprise, Jakarta: 1976
Azra, Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, Jakarta: Logos, Wacana Ilmu
__________ ,Esei-esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, Wacana Ilmu, 1998
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
 Destalyana. Pendidikan Profetik. http://destalyana.blogspot.com/2007/09/pendidikan-profetik.html                      di akses pada tanggal 21 September 2012.


0 comments: