BAB
II
PEMBAHASAN
ANALISIS
WACANA
A. Pengertian Wacana
Wacana
adalah satuan bahasa yang terlengkap diatas kalimat dan satuan gramatikal yang tertinggi
dalam hierarki gramatikal. Sebagai satuan bahasa yang terlengkap, wacana mempunyai
konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang dapat dipahami oleh pembaca dan
pendengar.
Sebagai satuan gramatikal yang tertinggi, wacana dibentuk dari
kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan persyaratan kewacanaan
lainnnya.[1]
Persyaratan gramatikal dalam wacana ialah adanya wacana harus kohesif dan
koherens. Kohesif artinya terdapat keserasian hubungan unsur-unsur dalam
wacana. Sedangkan koheren artinya wacana tersebut terpadu sehingga mengandung
pengertian yang apik dan benar.[2]
Wacana yang koherens tetapi tidak
kohesif sepeti contoh:
Andi
dan budi pergi ke hitec-mall, dia ingin membeli laptop.
Contoh
tersebut tidak tidak kohesif karena kata dia tidak jelas mengacu kepada
siapa, kepada Andi atau Budi, atau kepada keduanya. Jadi dapat disimpulkan
bahwa wacana yang baik adalah wacana yang kohesif dan koherens.
B. Jenis Wacana
Jenis
wacana dibedakan sesuai dengan sudut pandang wacana tersbut itu dilihat. Jika
dilihat dari tujuannya, wacana dibedakan menjadi wacana lisan dan wacana tulis.
Dilihat dari penggunaan bahasanya, wacana dibedakan menjadi wacana prosa dan
wacana puisi. Sedangkan dilihat dari penyampaian isinya, wacana dibedakan
menjadi:
1. Narasi,
bersifat mencerminkan suatu topik atau hal.
2. Eksposisi,
bersifat memaparkan topik atau fakta.
3. Persuasi,
bersifat mengajak, menganjurkan, atau melarang.
4. Argumentasi,
bersifat memberi argumen atau alasan terhadap suatu hal.[3]
- Teori Wacana
- Teori Wacana Bakhtinian[4]
Bakhtin
dan kawan-kawan cenderung memahami wacana sebagai tuturan, yaitu pertalian
antara suara penutur dengan suara orang lain yang terimplikasi dalam tuturan
penutur itu. Bakhtin dan kawan-kawan membuat beberapa tipologi wacana sebagai
berikut:
Pertama,
Wacana Linear, adalah wacana yang memandang wacana lain hanya dalam sebuah
garis besar dengan batas-batas eksternal yang jelas dengan meminimalkan
individualitas internalnya. Contoh dalam wacana ini adalah puisi. Puisi
cenderung menenggelamkan aneka suara dalam satu kesatuan suasana, yaitu suasana
penutur. Tuturan lain dalam puisi direduksi sedemikian rupa sehingga yang tersisa
hanya garis besarnya saja.
Kedua,
Wacana piktural, adalah wacana yang dengan tangkas dan halus dapat menerobos
wacana lain, baik dalam bentuk komentar maupun ejekan. Seperti contoh wayang.
Dalam wayang, dalang dapat memberikan komentar dan penilaian terhadap
tokoh-tokohnya, dan sebaliknya, tokoh-tokoh dapat melakukan protes terhadap
dalang.
Ketiga,
Dalam hal ini Bakhtin dankawan-kawan membangi wacana menjadi dua jenis, yaitu Wacana
Satu-Suara dan Wacana Suara-Ganda, Wacana Satu-Suara meliputi wacana linear dan
wacana piktural. Sedangkan Wacana Suara-Ganda meliputi Stilisasi, Skaz, Parodi,
dan Polemik terselubung.
- Teori Wacana Althusser[5]
Teori
wacana Althusser, wacana cenderung dipahami sebagai ideologi dalam praktik. Tak
ada ideologi tanpa wacana, dan tak ada wacana tanpa ideologi. Ideologi yang
tidak mewujud secara material, tanpa subjek dan untuk subjek, hal itu akan
kehilangan fungsinya. Lebih jauh lagi, sesuai teori Marxis, wacana merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari formasi sosial yang ada, formasi sosial yang
terbangun dari dua atau lebih kelas sosial yang saling bertentangan, terlibat
dalam pertentangan dan pertarungan kelas dengan ideologinya masing-masing.
- Kohesi dan Koherensi dalam Wacana
Kohesi
dan koherensi dalam wacana merupakan salah satu unsur pembangun wacana selain
tema, konteks, unsur bahasa, dan maksud. Kohesi adalah keserasian hubungan
antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana, sehingga tercipta
pengertian yang baik. Kohesi dan koherensi juga merupakan syarat terbentuknya
suatu wacana selain syarat lain, yaitu topik. Koherensi tidak harus selalu
dicapai dengan bantuan kohesi. Akan
tetapi, kohesi dapat merupakan pendukung terjadinya koherensi. Kohesi adalah
pertautan makna, sedangkan koherensi adalah keruntutan makna. Kohesi harus
dibedakan pada tingkat wacana (proposisi) dan teks (bentuk). Koherensi hanya
pada tingkat wacana. Koherensi ditentukan oleh kerangka acuan wacana.
- Konsep Kohesi dalam Wacana Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi juga merupakan organisasi sintaksis dan merupakan wadah bagi kalimat yang disusun secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan . Konsep kohesi mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan yang padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi adalah aspek internal dari struktur wacana. Tarigan (1987: 96) menambahkan bahwa penelitian terhadap unsur kohesi adalah bagian dari kajian tentang aspek formal bahasa, dengan organisasi dan struktur kewacanaanya yang berkonsentrasi pada dan bersifat sintaksis gramatikal.
- Konsep Koherensi dalam Wacana Menurut Pranowo (dalam Purwati, 2003: 21) koherensi adalah cara bagaimana komponen-komponen wacana yang berupa konfigurasi konsep dan hubungan menjadi relevan dan saling mengikat. Koherensi merupakan hubungan timbal balik yang baik dan jelas antara unsur-unsur yang membentuk kalimat itu, bagaimana hubungan antar subyek dan predikat, hubungan antara predikat dan obyek, serta keterangan-keterangan lain yang menjelaskan unsur pokok tadi (Keraf dalam Purwati, 2003: 22). Brown dan Yule (1986: 224) menegaskan bahwa koherensi berarti kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Pada dasarnya, hubungan koherensi adalah suatu rangkaian fakta dan gagasan yang teratur dan tersusun secara logis. Kajian mengenai koherensi dalam tataran analisis wacana merupakan hal mendasar dan relatif paling penting karena permasalaha pokok dalam analisis wacana adalah bagaimana mengungkapkan hubungan-hubungan yang rasional dan kaidah-kaidah tentang cara terbentuknya tuturan-tuturan yang koheren. Suatu rangkaian kalimat dituntut bersifat gramatikal sekaligus berhubungan secara logis dan kontekstual. Dengan demikian analisis wacana juga merupakan analisis keruntutan dan kelogisan berfikir. Jadi, koherensi adalah kepaduan antarbagian secara batiniah. Bagian-bagian yang disebut proporsi tersebut membentuk jalinan semantik sehingga tersusun kesatuan makna yang utuh.[6]
[1]
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), hal 267.
[2]
Fatimah Djajasudarma, Wacana, (Bandung: PT Refika Aditama, 2006), hal 4.
[3]
Ibid Abdul Chaer, hal 272.
[4]
Aminuddin, dkk, Analisis wacana, (Yogyakarta: Kanal, 2002), hal 115.
[5]
Ibid, hal 142.
[6]
Lihat: (http://inzulyn.blogspot.com/2010/12/makalah-analisis-wacana.html)
(selasa, 15 Mei 2012)
0 comments:
Post a Comment